BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam Islamic Studies atau Dirasat Islamiyah,
ilmu kalam (`ilm al-kalâm) termasuk kajian yang pokok dan sentral. Ilmu ini
termasuk rumpun ilmu ushuluddin (dasar-dasar atau sumber-sumber pokok agama).
Begitu sentralnya kedudukan ilmu kalam dalam Dirasat Islamiyah sehingga ia
menawari, mengarahkan sampai batas-batas tertentu "mendominasi" arah,
corak, muatan materi dan metodologi kajian-kajian keislaman yang lain, seperti
fikih, (al-ahwal al-syakhsyiyah, perbandingan mazdhab, jinayah-siyasah), ushul
fiqh, filsafah (Islam), ulum al-tafsir, ulum al-hadist, teori dan praktik
dakwah dan pendidikan Islam, bahkan sampai merembet pada persoalan-persoalan
yang terkait dengan pemikiran ekonomi dan politik Islam.
Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik
sebagai individu dan lebih-lebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan
keagamaan -untuk tidak mengatakan tidak siap-ketika harus berhadapan dengan
arus dan gelombang budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya
tidak cukup kokoh menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak
menjelaskan bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul,
bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam
praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja tokoh pemikir ilmu kalam modern?
2. Bagaimanakah pemikiran-pemikiran para tokoh
ilmu kalam modern?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui siapa saja tokoh pemikir dalam ilmu
kalam modern.
2. Memahami bagaimana pemikiran para tokoh-tokoh
ilmu kalam tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Muhammad Bin Abdul Wahab
1.
Riwayat Singkat Wahabi
Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 di
kota Uyinah bagian dari kota Najad. Semasa belajar di Madinah para gurunya
merasa khawatir akan masa depan muridnya itu, karena terkadang
pernyataan-pernyataan ekstrim dan keliru terucap dari lisannya, sampai-sampai
mereka berkata, :“ jika Muhammad bin Abdul Wahab pergi bertabliqh, pasti ia
akan menyesatkan sebagian masyarakat.”
Selagi ayahnya masih hidup, Muhammad bin abdul Wahab
adalah tipe seorang yang pendiam, tetapi setelah wafat ayahnya pada tahun 1153,
tirai yang menghalangi keyakinannya terkuak.
Dua aspek yang membantu penyebaran dakwah Muhammad bin
Abdul Wahab ditengah-tengah masyarakat arab Baduy Najad yaitu:
1. Mendukung sistem politik keluarga Su’ud.
2. Menjauhkan masyarakat Najad dari peradaban, ilmu pengetahuan dan
keotentikan ajaran Islam.
Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dengan slogannya
pemurnian tauhid dan perlawanan kepada syirik secara pelan-pelan mengalami
perkembangan bahkan berhasil menarik perhatian orang yang jauh dari najad
seperti Amir Muhammad bin Ismail San’ani (1099-1186) penulis buku “Subulussalam”
dalam syarahnya (Bulughul murom) yang menerima dan mengikuti ajarannya.
2.
Pemikiran dalam Aliran Wahabi
Paham wahabi dengan pondasi pemikiran Salafi menentang
seluruh bentuk perubahan dalam kehidupan umat manusia. Ketika Abdul Aziz bin
Abdurrahman pada tahun 1344 Q menjadi penguasa dua haram yang suci (mekkah al
mukarramah dan madinah al munawwarah), terpaksa harus membangung dan mengatur
system pemerintahannya sesuai dengan model pemerintahan pada umumnya ketika itu
dan merubah pola kehidupan wahabi yang sesuai dengan kebiasaan arab
Baduy-Najad.
Dan ia menyetujui mengimpor produk teknologi modern ketika
itu seperti telegraf, telephon, sepeda, mobil dan lain-lain. Dan sikapnya ini
membakar api kemarahan para pengikutnya yang muta’shib, menyebabkan terjadinya
kejadian tragedi berdarah yang terkenal dalam sejarah sebagai peristiwa “berdarah
Akhwan”.
Ahmad Amin, penulis asal Mesir, ketika membahas tentang
kelompok Wahabi, mengatakan bahwa pemikiran wahabi sekarang yang berkembang ini
pada hakikatnya 100 persen bertolak belakang dengan pemikiran wahabi di masa
lalu. Ahmad Amin menulis: “Wahabi menolak peradaban baru dan tuntutan
peradaban baru dan modern, mayoritas di antara mereka meyakini bahwa hanya
Negaranyalah sebagai negara islam sementara Negara-negara lain bukan Negara
islam karena negara-negara tersebut telah menciptakan bid’ah bahkan
menyebarluaskannya dan wajib bagi mereka memerangi Negara tersebut.
Semasa Ibn Sa’ud berkuasa, ia menghadapi dua kekuatan besar
dan tidak jalan lain kecuali harus memilih salah satunya yaitu pertama, pemuka-pemuka
agama yang tinggal di Najad memiliki akar pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab
yang menolak dengan keras segala bentuk perubahan dan peradaban baru. Kedua;
arus peradaban baru yang dalam system pemerintahn sangat membutuhakn alat
tekhnoligi modern tersebut.
Pemerintahan, mengambil jalan tengah dari kedua kekuatan
tersebut dengan cara mengakui Negara-negara islam yang lain sebagai negara
Islam dan juga di samping menggiatkan pengajaran agama mereka juga memberikan
pengajaran peradaban modern dan mengatur sistem pemerintahannya berdasarkan sistem
pemerintahan modern. Untungnya para pemimpin Negara Saudi telah lelah melayani
cara berpikir dan aturan-aturan kering dan kaku pemikiran wahabi yang
menjauhkan kaum muslimin dari sunnah dan warisan sejarah yang diyakini seluruh
kaum muslimin dan menghancurkan tampat-tempat suci mereka juga menafikan
seluruh bentuk penemuan baru dan menganggapnya sebagai bidah.
B.
Syekh Muhammad Abduh
1. Riwayat
Singkat Muhammad Abduh
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah, Ia lahir di desa
Mahallat Nashr Kabupaten Al-Buhairah, mesir pada tahun 1849 M. Ia Bukan berasal
dari keturunan orang kaya atau keturunan Bangsawan. Namun ayah di kenal
sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan.[1]
Kekerasan
yang di terapkan oleh penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak
menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk menghindari nya, Abduh lahir
pada kondisi yang penuh deanga kecemasan ini.[2]
Pada
mulanya abduh di kirim ayahnya ke masjid Al-Ahmadi, tetapi belakangan tempat
ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sisitem di sana sangat
menjengkelkan sehingga setelah dua tahun dia di sana, ia memutuskan untuk
kembali ke desanya dan bertani seperti saudaranya. Ketika kembali kedesa,
ia di kawinkan, pada sa’at itu ia berumur 16 Tahun. Semula ia bersikeras untuk
tidak melanjutkan studi nya, tetapi ia kembali belajar atas dorongan paman,
Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan
Jamaluddin Al-Afgani, atas jasa nya itu Abduh berkata “ia telah membebaskan aku
dari penjara kebodohan dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan ”
Abduh
melanjutkan studi ke Al -Azhar pada bulan Februari 1866, pada tahun 1871
Jamaluddin Al-Afgani tiba di mesir. Ketika itu abduh masih menjadi mahasiswa
al-azhar menyambut kedatangan nya. Ia selalu menghadiri pertemuan-pertemuan
ilmiahnya dan ia pun menjadi murid kesayangan Al-afgani. Al-afgani pulalah yang
mendorong abduh menulis dalam bidang social dan politik. Artikel-artikel
pembaharuan nya banyak di muat pada surat kabar Al-Ahram di Kairo.
Setelah
menyelesaikan Studinya di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar Alim, abduh
mulai mengajar di Al-Azhar. Di Dar-ulum dan di rumahnya sendiri. Ketika
al-afgani di usir dari Mesir pada tahun 1879 karena di tuduh mengadakan gerakan
perlawanan terhadap Khedewi Taufiq, abduh juga di tuduh di dalamnya, ia di
buang keluar kota Kairo.
Namun,
pada tahun 1880, ia di perbolehkan kembali keibukota, kemudian di angkat
menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah mesir, Al-Waqa’i al-mishriyyah.
Pada waktu itu kesadaran Nasional Mesir mulai tampak dan di bawah pimpinan
abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang urgenitas nasional
mesir, di samping berita-berita resmi.
Setelah
revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan) abduh ketika itu masih
memimpin surat kabar Al-Waqa’i, ia di tuduh terlibat dalam revolusi besar
tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama 3
tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat untuk pengasingannya. Dan
ia memilih Suriah. Ia menetap selama setahun. Kemudian ia menyusun gurunya
Al-afgani yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka menerbitkan surat
kabar Al-Urwah Al-Wutsqa, yang bertujuan mendirikan pan-islam menentang
penjajah barat, khususnya Inggris.
Tahun
1885 abduh di utus oleh surat kabar tersebut ke inggris untuk menemui
tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir.[3]
Tahun 1899. abduh di angkat menjadi Mufti Mesir, kedudukan besar itu ia pegang
sampai ia meninggal dunia Tahun 1905.
2. Pemikiran-pemikiran
Kalam Muhammad Abduh
Ada
dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh, sebagaimana
diakuinya sendiri, yaitu:
1. Membebaskan
akal pemikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan
pengetahuan agama sebagai mana haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3
Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan yakni memahami langsung dari sumber
pokoknya, Al-Qur’an.
2. Memperbaiki
gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor
pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan media massa.
Dua
persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan ummat Islam pada
masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi ummat Islam saat ini
dapat digambarkan sebagian “suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup
rapat-rapt pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at
Allah atau meng-istinbat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup
dengan hasil karya pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal
(jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas
dasar kedua fokus pikiran nya itu, Muhammad Abduh memberikan peranan yang
diberikan olehnya sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh
memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada akal daripada Mu’tazilah. Menurut
Abduh akal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:[4]
- Tuhan dan sifat-sifatnya
- Keberadaan hidup diakhirat
- Kebahagiaan jiwa diakhirat bergantung pada upaya mengenal tuhan danberbuat baik, sedangkan kesengsaraanya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat
- Kewajiban manusia mengenal tuhan
- Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan diakhirat
- hukum-hukum mengenai kewajiban itu.[5]
Dengan
memperhatikan perbandingan Muhammad Abduh tentang peranan akal diatas, dapat
diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya adalah sebagai penolong
(al-mu’min). kata ini pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal
manusia.
Wahyu,
katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam
akhirat. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang
dibawanya. Menyempurnakan akal tentang tuhan dan sifat-sifatnya. Dan mengetahui
cara beribadah serta berterima kasih pada Tuhan. dengan demikian, wahyu bagi
Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan
menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih
jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam.
Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Islam, kata
nya, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal dan
agama. Menurutnya, kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal,
wahyu yang dibawa nabi tidak mungkin bertententangan dengan akal.
Kalau
ternyata keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan
dalam tataran interpretasi sehingga diperlukan interpretasi lain yang mendorong
pada penyesuaian.[6]
C.
Syaikh Waliyullah
1.
Riwayat Hidup Syaikh
Waliullah
Syaikh Waliyullah
al-dahlawi, adalah seseorang Ulama yang serba bisa, dia tidak saja sebagai seorang ahli Hukum, atau Mufasir,
dan juga Muhadis, tetapi dia juga dikenal dengan seorang sufi, dan juga
Mujaddid. Oleh karena itu “Syeh Waliyullah al-Dahlawi ini salah
satu tokoh besar tarikat Naksabandiah di india, trutama Naqsabandiah
Mudzahairiah. Tariqah Naqsabandiah cabang Mudzahairiah berasal dari india.
Kalau dilihat
dari silsilahnya “Syeh waliyullah al-Dahlawi” ini masih nyambug kepada Umar Ibn
Khathab, Sehingga selain kata al-dahlawi, dibelakan namanay sering dilengkapi
dengan al-Umari, dan al-Faruqi ini dilihat dari garis ayahnya, kalau dilihat
dari garis ibunya “Syeh Waliyullh al-Dahlai” menyambung kepada Ali ibn Thalib.
2. Pemikiran
Syaikh Waliullah
Al-Dahlawi telah menghasilkan banyak kitab, diantaranya al-fauz
al-kabir fi ushul at-tafsir, yang berisi metodologi tafsir dan tafsiran baru yang
disesuaikan dengan zaman, termasuk didalamnya ide tentang asbab an-nuzul makro.
Gagasan-gagasan beliau oleh Pemikir Islam terutama di India. Pujian terhadap
ad-Dahlawi diantaranya diungkapkan oleh Muhammad Iqbal, seorang pujangga dan
penyair Islam dari Pakistan, “Syaih Waliyullah ad-Dahlawi adalah ulama besar
terakhir”.
Sepeninggal
ad-Dahlawi, gagasan pembaharuannya dilanjutkan dan dikembangkan oleh Pemimpin
gerakan pembaharuan Islam di India, seperti Syaih Abdul Azizi (putranya) Sayid
Ahmad Sahid, Syaih Ismail (cucu), Sayid Syarifatullah, Shidiq Khan, dan lain sebagainya.
Menurut Syeikh Waliyullah al-Dahlawi
Manusia mempunya tiga perangkat ruhani dengan sifat-sifatnta yang khas, yaitu: Pertama
adalah العقل, akal adalah perangkat yang mampu
menangkap hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh indra, akallah yang mampu
menciptakan khayalan, dan mampu mewujudkan pertimbangan yang dapat memerintah
terhadap jasmani dan ruhani serta mampu menciptakan perenungan yang baik. Kedua
adalah القلب, hati adalah perangkap yang mampu menangkap dan
mempertimbangkan sifat-sifat yang menonjol dalam dri manusia, yaitu berupa
Kasih sayang, Cinta, Ridha, Marah, Benci, Kikir. Cinta pangkat dan harta, hati
juga dapat menghentikan baik buruknya manusia. Ketiga adalah النفس,
nafsu adalah merupakan prangkat ruhani yang mampu menimbulkan
rangsangan-rangsangan melalui kebutuhan perut dan seksual.
Selain itu juga pendapat Syeikh
Waliyullah Mengenai penyangga ihsan dalam kehidupan seseorang muslim.
-
Pertama النظافة (kebersihan),
adalah Untuk membersihkan manusia dapat dilakukan dengan wudhu, dan mandi
sebagai mana yang diperintahkan dalam agama islam, namun kebersihan ruhani dari
segala kotoran yang dapat mengakibatkan dosa.
-
Kedua أقم الصلاة(Mendirikan
sholat), dengan mendrikan sholat seseorang selalu dapat mendapat lindungan dari
Allah SWT, dan juga didalam sholat juga
terwujud zikir yang mendalam, dan do’a intensif dalam kehadiran ruhani dan
jasmani serentak.
-
Ketiga تطبيق كريم (berlaku murah
hati), sifat murah hati ini yang terdapat dalam dri manusia dapat mengatasi
segala nafsu serakah yang mengancam kebersihan ruhani.
-
Keempat ينصف (berbuat adil) berbuat adil disini
mengarah untuk umun, dri sendri, keluarga dan kepada semua mahluk, dan ini
merupakan ajaran pokok agama islam.
D.
Muhammad Iqbal
1.
Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad
iqbal di lahirkan di Sialkot pada tahun 1873. ia berasal dari keluarga Kasta
Brahmana Khasmir. Ayah nya adalah Nur Muhammad yang terkenal Sholeh. Guru
pertama nya adalah ayahnya. Kemudian di masukkan kedalam sebuah Maktab untuk
mempelajari Al-Qur’an, dan setelah itu ia di masukkan Scottish Mission School,
di bawah bimbingan Mir Hasan, ia di beri pelajaran agama, bahasa Arab dan
Persia. Setelah ia menyelesaikan sekolahnya, ia pergi ke Lahore, sebuah kota
besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government College. Di sini ia
bertemu dengan Thomas Arnord, se orang Orietalis yang menjadi guru besar dalam
bidang filsafat pada universitas tersebut.[7]
Pada
tahun 1905 setelah mendapatkan gelar M.A. di Government College, Iqbal pergi ke
Inggris untuk belajar filsafat pada Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian
ia pindah ke Munich, Jerman. Di universitas ini ia mendapat gelar Ph.D. dalam
tasawuf dengan desertasi yang berjudul The Development Of Metaphysies In Persia
(perkembangan metafisika di persia).
Iqbal
tinggal di Eropa kurang lebih tiga tahun, sekembalinya dari Munich. Ia menjadi
Advokat dan dosen.buku yang The
Reconstruction of Religious Thought in
Islam adalah kumpulan dari ceramah –ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan
karyanya yang terbesar dalam bidang Filsafat.
Pada tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan
menjadi Konferensi Tahunan liga Muslim di Allahabad, dan pada tahun 1932, ia
ikut dalam koferensi meja bundar di London yang membahas konstitusi baru bagi
India. Pada bulan Okteber tahun 1933, ia di undang ke Afganistan untuk
membicarakan Universitas Kabul. Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah
parah setelah istrinya meninggal dunia. Dan pada tahun itu ia meninggal pada
tanggal 20 April 1935.
2.
Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya
melakukan pembaharuan dalam dunia Islam hal ini di sebabkan kebekuan ummat
Islam dalam pemikiran dan di tutupnya pintu Ijtihad. Mereka seperti kaum
konservatif, menolak kebiasaan berfikir Rasional kaum Mu’tazilah karena hal
tersebut membawa Disisntegrasi ummat Islam dan membahayakan kestabilan politik
mereka.
Hal ini yang di anggap sebagai penyimpangan dari
semangat Islam, semangat dinamis dan kreatif. Islam tidak statis tetapi dapat
di sesuaikan dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup
karena ijtihad merupakan ciri dari dinamika yang harus di kembangkan dalam
Islam.
Lebih jauh ia menegaskan bahwa syari’at pada
prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespon individu dan
masyarakat, karena Islam selalu mendorong terwujudnya perkembangan.[8]
Besar nya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan
perubahan ini membawa pemahaman yang di namis tentang Al-Qur’an dan hukum
Islam. Tujuan di turunkan Al-Qur’an, menurutnya adalah membangkitkan kesadaran
manusia sehingga mampu menerjemahkan dan memjabarkan nas-nas Al-qur’an yang
bersifat global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan
dinamika masyarakat yang selalu berubah inilah yang dalam rumusan Fiqh di sebut
dengan ijtihad yang oleh iqbal di sebut sebagai prinsip gerak dalam struktur
islam.
Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat
dinamika Islam, Ijtihad harus di jadikan ijtihad kolektif. Menurut iqbal,
peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili mazhab tertentu kepada
lembaga legeslatif Islam adalah salah satu cara paling tepat untuk menggerakkan
spirit dalam sisitem hukum islam yang selama ini hilang dari ummat islam dan
menyeru kapada kaum muslimin dan mengembangkanya lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
-
Paham wahabi dengan pondasi pemikiran Salafi menentang
seluruh bentuk perubahan dalam kehidupan umat manusia.
-
Muhammad Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan
salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan
pada akal.
-
Menurut Syeikh
Waliyullah al-Dahlawi Manusia mempunya tiga perangkat ruhani dengan
sifat-sifatnta yang khas, yaitu akal, hati dan nafsu.
-
Muhammad Iqbal mengatakan bahwa syari’at
pada prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespon individu dan
masyarakat, karena Islam selalu mendorong terwujudnya perkembangan.
B.
Saran
Hendaknya kita semua dapat mengambil
manfaat dan hikmah dari pemikiran-pemikiran tokoh ilmu kalam tersebut diatas.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Abdul Rozak, M.Ag. DR. Rosihon Anwar, M. Ag, Ilmu Kalam,
Pustaka Setia Bandung: 2006.
Abdul Rozak, Ilmu
Kalam, Pustaka Setia, Bandung 2001
Departemen Pendidikan
Nasional.,”Ensiklopedi Islam”,PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, 2002
Drs. H. Sahilun
A Nasir. Pengantar Ilmu Kalam Raja grafindo Persada. Jakarta: 1996:
Nasution, Harun, Dr,
Prof. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: PT Bulan Bintang.
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam, III (DEPAG: Jakarta , 1988)
Muhamad Abdul Mujib, Ahmad
Ismail dan Syafi’ah, Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Gazali, Penerbit Hikmah
jakarta 2009
[2]
Nasution, loc, cit,
[3]
Di antara tujuan kunjungan nya adalah mendiskusikan
kemerdekaan Mesir dengan para diplomat Inggris. Di sini pula Abduh berkenalan
dengan Wilfrid Scawen Blunt, seorang penulis Inggris yang berpartisipasi atas nasib
Mesir
[4]
Harun Nasution, Muhammad abduh dan Teologi Rasional, UI
Press, 1987, hlm 57
[6] Patrick Bannerman, islam in perspective : a guide to Islamic
society, politics and law, routledge London en new york for the royal institute
of international affairs, London, hlm. 132
[7]
Abdul Wahab Azzam, Iqbal : siraTuh wa Falsafah wa syi’Ruh,
terj, Pusataka, Bandung. 1985, hlm, 17